Jumat, November 07, 2008

Harmoni Aliran di Balai Pemuda

Tidak mudah menyatukan berbagai gaya dan aliran para seniman. Namun, itu bukanlah hal yang mustahil. Bertajuk Harmoni, pameran lukisan di Galeri Surabaya, Balai Pemuda, hingga 9 November mendatang itu mencoba membuktikan perpaduan tersebut. Sebanyak 24 lukisan karya 17 seniman dari kelompok Serumpun Bambu terpajang memutari ruangan galeri. Berbagai objek dan aliran mencoba memberi suguhan menarik untuk penikmat lukisan. Mulai gaya realis, dekoratif, surealis, hingga kaligrafi tersaji dengan berbagai teknik dan media. Ada yang menggunakan media palet. Ada juga yang memakai tinta dengan teknik drawing. Salah seorang pelukis yang menggunakan palet adalah Ahmad Djunaidi. Dalam pameran tersebut, pelukis 31 tahun itu menyumbangkan dua karya. Membidik objek kawasan Pasar Pabean dan Jembatan Merah, Djunaidi menyuguhkan lukisan bergaya realis impresionis yang kental dengan gaya goresan spontan. Dua lukisan tersebut dilukis langsung di tempat alias on the spot. Hasilnya, Djunaidi berhasil merekam segala aktivitas orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar kawasan tersebut. Ada kumpulan para pedagang, ada juga sekawanan laki-laki bersepeda. Pemilihan objek tersebut beralasan. "Saya ingin mengabadikan bangunan dan kawasan bersejarah Surabaya pada zaman sekarang. Sebab, di masa yang akan datang, bangunan-bangunan itu belum tentu masih ada," jelas Djunaidi. Untuk lukisan bergaya dekoratif, pelukis muda Ali Topan menyuguhkan satu lukisan. Mengambil tajuk My World, Ali menggambarkan detail dunia anak-anak sesuai dengan daya imajinasi. Dengan menggunakan media cat acrylic, dia melukis anak-anak yang tengah berlarian, sapi terbang, hingga kuda dengan badan bermotif kotak-kotak di sebuah padang rumput yang penuh dengan jamur berukuran raksasa. Lukisan dekoratif itu disebut naive decorative. Selain lukisan realis dan dekoratif, ada juga lukisan surealis yang bisa disaksikan. Salah satunya, karya pelukis Suyono. Lewat karyanya yang berjudul depression, Suyono mengambil objek sebuah sepatu bot hitam berukuran besar yang terisi penuh dengan cairan hijau. Saking penuhnya, cairan tersebut tumpah ke lantai. Tepat di atas sepatu tersebut, terdapat sebuah tangan berbalut sarung tangan putih yang membawa sebuah tongkat. Lukisan itu merupakan simbol otak manusia yang memiliki keterbatasan. Pameran lukisan bersama tersebut merupakan pameran perdana dari Serumpun Bambu. Berawal dari kegiatan kumpul-kumpul para pelukis itu memiliki ide untuk membentuk kelompok dan akhirnya mengadakan pameran bersama. (ken, ayi/ Jawa Pos, 6 November 2008)

Tidak ada komentar: