Jumat, September 26, 2008

Angkat Seni Instalasi Fotografi

Selama ini orang menganggap karya seni mesti bagus, rapi, dan mulus. Tapi, desainer estetika Agus Gembel H.S.T. berpendapat lain. Pendapatnya itu seperti terekspresikan dalam karyanya yang dipamerkan dalam Kemasan: Pameran Bersama Seni Apropriasi Fotografi di Galeri Surabaya kemarin (24/8) hingga 28 September. Dalam karya berjudul Response for the Sickness is Blue, dia merespons benda-benda bekas. Mulai daun pintu, papan bekas proyek bangunan, bambu tempat umpan ikan, hingga paku-paku yang susah berkarat. Semua digabungkan dengan foto-foto seorang laki-laki yang sedang mengangkat kakinya, sehingga terbentuk sebuah bingkai unik. Karya lain diberi judul Jangan Pukul Orang Tidur. Agus membuat konsep menarik di sini. Dia meletakkan empat ban mobil bekas yang ditempeli dengan puluhan foto ukuran 2R (6 x 9 cm) bergambar pose orang tidur. ''Foto-foto itu saya ambil ketika melakukan perjalanan,'' kata alumnus Teknik Arsitektur ITS itu. Di atas ban terdapat sak tinju yang digantung. Di sisi kanan kirinya ditempeli foto orang tidur dan orang yang berteriak. Foto-foto tersebut dibiarkan sobek terkena efek dari pukulan pengunjung pada sak tinju. Foto orang berteriak yang sudah sobek dan lusuh itu lalu diganti Agus dengan foto yang utuh. ''Memang sudah lusuh, tapi kalau foto itu saya bingkai dengan rapi lagi, akan jadi karya menarik,'' jelasnya. Dan, itu akan terus dilakukan hingga pameran selesai. Pesan yang ingin disampaikan Agus dalam karya itu, terkadang seseorang tidak menyadari bahwa dirinya memberikan masalah bagi orang lain. ''Setiap orang ingin dimengerti, tapi dia tidak mau mengerti orang lain,'' tegasnya. Seperti judulnya, sebenarnya foto orang tidur yang tertempel di sak tidak boleh dipukul. Namun, yang terjadi, foto tersebut sobek menjadi beberapa bagian. ''Itu bukti bahwa kita belum mau mengerti orang lain,'' jelasnya. Tidak hanya Agus. Ada delapan seniman foto lain yang memamerkan karya-karyanya. Mereka adalah Sapto Agus Kristanto (Jogja), Ucie Mickey (Malang), T.P. Sasongko (Surabaya), Zamroni (Jakarta),D.K. Wira S. (Jakarta), Danang Yogaheratno (Jogja), Iin (Surabaya), dan Achan (Malang). Total 17 karya. Karya unik lain berjudul Rest-Kontemplasi-Moving yang terdiri atas tiga foto karya Zamroni. Foto yang dihasilkan tidak melalui kamera melainkan dari scanner. Salah satunya tumpukan resep dokter, bungkus obat, sendok, surat konsultasi, resep dokter, hingga kuitansi pembayaran.(jan, ari/ Jawa Pos, 25 September 2008)

Rabu, September 24, 2008

Foto Unik Hadir di Galeri Surabaya

Sebanyak 15 foto unik hasil kreasi sembilan fotografer muda asal Surabaya, Malang, Jakarta, dan Jogjakarta mulai Selasa (23/9) malam dipamerkan di Galeri Surabaya Komplek Balai Pemuda. Pameran bertajuk “Pesat” atau Pameran Bersama Seni Apropriasi Fotografi ini digelar hingga 28 September 2008. Ketua Penyelenggara sekaligus peserta pameran, TP Sasongko, di Balai Pemuda Surabaya, Selasa (23/9), mengatakan, tujuan diadakannya pameran untuk mengangkat kembali peristiwa, tokoh, atau ikon masa lalu menjadi sesuatu yang lain. ”Kami hadirkan beberapa ikon dan peristiwa masa lalu ke permukaan agar masyarakat khususnya generasi muda semakin peka terhadap perubahan,” katanya. Sembilan fotografer yang ikut adalah Agus Gembel asal Surabaya, Asan dari Malang, Dekawira S asal Jakarta, Danang Yoga dari Jogjakarta, Foxxin dari Surabaya, Ueliemicky asal Malang, Sapto Agus dari Jogjakarta, TP Sasongko dari Surabaya, dan Zamroni dari Jakarta. Mereka tergabung dalam Pesat dan bertujuan sama yakni ingin menyampaikan pesan melalui media gambar. Sasongko berharap, pameran yang baru pertama kali digelar di Surabaya ini mampu menjadi inspirasi bukan hanya bagi penciptanya, tetapi secara umum untuk seluruh lapisan masyarakat, khususnya para pecinta seni fotografi. ”Kami sangat yakin pameran ini mampu menampilkan sesuatu yang unik dan berbeda,” ujarnya. Dari 15 karya yang dipamerkan ada beberapa yang cukup unik, di antaranya gambar Monalisa, suasana belajar mengajar di sebuah ruang sekolah, dan foto lima perbedaan pada gambar penyaji dangdut. ”Foto-foto ini seperti mengingatkan kita tentang kejadian tempo dulu,” tuturnya. Menurut Sasongko, dulu, di sebuah majalah khusus anak-anak ada halaman yang menampilkan dua buah gambar yang nyaris sama. Pada halaman itu, pembaca diajak untuk mencari lima perbedaan yang ada di dua gambar. Tujuan penerbit kala itu adalah untuk melatih kepekaan anak-anak terhadap gambar. Tapi sayangnya gambar seperti itu sekarang sudah tidak ada lagi. ”Karena itulah kami menampilkan gambar lima perbedaan, untuk mengingatkan pada generasi muda jika dulu ada satu majalah yang sangat mendidik,” ungkapnya. Selain gambar lima perbedaan, pengunjung juga akan diajak berimajinasi pada sebuah gambar seorang wanita yang terlihat menganiaya bocah di bawah umur yang tidak berdaya. Pada gambar itu, tangan kiri wanita terlihat mencekik leher anak kecil sedangkan tangan kanannya mengepal ke udara seakan mau memukul. Rencananya, jika pameran ini bisa diterima masyarakat Surabaya, Sasongko beserta delapan fotografer lainnya akan menggelar pameran serupa di Jakarta. ”Kami masih membicarakannya, dan coba menawarkan beberapa rekan untuk pameran di Jakarta,” katanya. Ketika ditanya apakah foto-foto ini akan dilepas jika ada kolektor atau peminat seni yang tertarik, Sasongko menyerahkan sepenuhnya pada sang pencipta atau fotografernya. Sebagai panitia, ia hanya menyediakan tempat untuk pameran. (Text & Foto: hjr/ d-infokom-jatim.go.id)

Selasa, September 16, 2008

Galeri Surabaya Gelar Bursa Lukisan Murah

Galeri Surabaya di komplek Balai Pemuda Surabaya menggelar bursa seni rupa dua dimensi atau lukisan dengan harga murah mulai 15 hingga 21 September 2008. "Harganya sangat terjangkau karena murah, mulai dari Rp500 ribu hingga paling mahal hanya Rp3.000.000,00," kata Manajer Galeri Surabaya, Farid Syamlan, kepada ANTARA di Surabaya, Selasa (16/9). Ia mengemukakan, harga yang ditetapkan dalam pameran itu sudah didiskon sehingga sangat terjangkau oleh kolektor dari berbai kalangan. Misalnya untuk lukisan yang dijual Rp3.000.000,00 harga aslinya antara Rp9.000.000,00 hingga Rp12 juta. Bursa lukisan bertema, "Jangan Salah Pilih" itu diikuti oleh 12 pelukis dari Jatim, antara lain, Anang Timur (Surabaya), Gusar (Mojokerto), Cak Paat (Surabaya), Udin (Gresik), Andik Ananta (Surabaya) dan lainnya. "Puluhan lukisan digelar dalam pameran itu, dengan berbagai motif, mulai dari kaligrafi, sosial hingga pemandangan alam," kata Farid yang juga Humas Dewan Kesenian Surabaya (DKS) itu. Meskipun tergolong murah, namun ukuran lukisan yang dipamerkan cukup besar, seperti 80 x 60 Cm, 90 x 70 Cm dan lainnya. Menurut dia, pameran kali ini memang tergolong lebih transparan karena menggunakan label bursa. Dengan menggunakan kata bursa, maka diharapkan masyarakat lebih memahami bahwa karya-karya itu memang untuk dijual. Namun demikian, Farid menolak anggapan bahwa pameran itu meniru bursa seni rupa yang juga digelar di Balai Pemuda beberapa bulan yang lalu. "Kami hanya menyediakan pilihan-pilihan untuk mereka yang ingin mengoleksi lukisan dengan harga murah," katanya. (Masuki M. Astro; ANTARA, 16 September 2008/ Foto: Hanif Nashrullah)

Jangan Salah Pilih di Galeri Surabaya

Setelah pameran lukisan kaligrafi bertema “FirmanMu Sumber Kehidupan” dan menampilkan enam pelukis, kini Galeri Surabaya (GS) di Kompleks Balai Pemuda, menggelar bursa seni rupa dua dimensi bertema “Jangan Salah Pilih”. Pameran bursa nanti dimulai 15-21 September. Penyelenggaranya adalah Paguyuban Seni Seger Waras (PSSW) Surabaya. Salah satu anggotanya, kata Manjer GS, Farid Syamlan adalah pelukis Anang Timur. Pameran ini digelar, selain untuk apresiasi juga memberi peluang para pecinta lukisan dan kolektor untuk mengapresinya. Pada akhir bulan, di tempat sama digelar pameran seni Foto Grafi Apropriasi “Kemasan” karya Mix Media. Penyelenggaraanya pada 23-28 September.(gim/ Surabaya Post, 15 September 2008)

Sabtu, September 06, 2008

Kaligrafi Tak Pernah Mati

Merosot Sejak Era Amri Yahya - Perkembangan dunia seni lukis di Jawa Timur (Jatim), terutama kaligrafi dikatakan oleh salah seorang pelakunya, tidak akan pernah mati. Namun bagi pelukis lain, meski tidak akan pernah mati namun juga tidak “hidup”. Perkembangannya semakin merosot jika dibandingkan dengan tahun 1980-1985 an. Saat itu, dunia seni lukis kaligrafi terlihat menonjol dan gaungnya juga tidak hanya Jatim tapi menasional. “Apalagi saat itu masih getol-getolnya Amri Yahya (Jogjakarta) dan AP Pirous (Bandung),” kata pelukis kaligrafi senior dari Kediri, M Djuhandi Djauhar yang ditanya tentang perkembangan dunia kaligrafi saat ini (Surabaya Post, 4 September). Pada saat itu, tambah pria kelahiran Kota Tahu pada 1948 ini, dukungan dan antusias pelukis bergitu terlihat. “Pak Amri dan Pak Pirous, adalah maestro yang jasanya terhadap perkembangan seni kaligrafi Indonesia begitu besar,” jelas Djuhandi yang ditemui saat mempersiapkan pameran bersama di Galeri Surabaya (GS) – Kompleks Balai Pemuda, mulai Jumat (5/9) ini. Namun sejak kurang berkiprahnya dua pelukis itu, termasuk meninggalnya Amri Yahya, kondisi atau perkembangan dunia seni lukis kaligrafi terus merosot hingga kini. Pameran, kata dia, juga jarang sekali. Kalaupun ada, hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa atau hari besar Islam. “Seperti saat Ramadan begini,” kata dia. Padahal, kata Mantan Pengawas Pendidikan Agama Islam Kandepag, Kediri, hal itu tidak perlu dilakukan. Tidak harus menunggu hari besar Islam atau puasa. Kalau mau pameran, ya pameran saja. Karya yang dihadirkan juga tidak usah dibedakan antara kaligrafi dan lukisan lainnya, baik kontemporer atau pemnadangan. Rupanya, tambah pelukis kaligrafi lainnya, Bambang Tri ES, kondisi ini sepertinya belum disadari banyak pelukis. Sehingga, kalau pameran juga selalu mencari suasana yang pas, termasuk seperti pameran di GS ini. Kalau tentang pasar, baik Djuhandi maupun Bambang Tri, sama-sama mengatakan, masih kalah jauh dengan lukisan lain, terutama kontemporer. Namun keduanya, termasuk pelukis lain yang kini pameran di GS, berusaha mengangkat lukisan kaligrafi ke masyarakata. Salah satu caranya juga dengan pameran. Untuk selanjutnya, mereka akan berpameran lebih sering dan tidak terkait dengan hari besar keagamaan, khususnya Islam. “Seperti AD Pirous itu, meski karyanya dikenal kaligrafi, namun pameran juga dilakukan di mana-mana. Tidak membedakan aliran. Karya Pak Pirous juga tetap mempunyai apresiasi tinggi. Ini yang perlu disadari oleh teman-teman pelukis,” jelas Bambang yang dalam pemerannya menampilkan QS Al Baqoroh 45. Pameran yang digelar di GS hingga 13 September, tambah Djuhandi, mestinya ada sembilan orang. Namun yang ikut hanya enam orang. Salah seorang pelukis yang dianggap sebagai penggagas, Paib dari Bawean, tidak bisa ikut, karena ada kesibukan di Kuala Lumpur (KL) Malaysia yang tidak bisa ditinggalkan. Kelompok yang pameran di GS dengan tema “FirmanMu Sumber Keteduhan Hati” ini, rencananya tidak hanya pameran di Jatim dan Indonesia saja tapi juga ke luar negeri. Dan keliling Asia Tenggara. “Mudah-mudahan setelah Pak Paib datang, perencanaan bisa dilanjutkan,” kata dia.(gim/ Surabaya Post, 5 September 2008/ Foto: tamanbudayayogyakarta.com)

Pamer Kaligrafi dari Lima Pelukis Jatim

Sebanyak lima pelukis dari berbagai daerah di Jawa Timur (Jatim) memamerkan karya kaligrafi bertema "Firman-Mu Sumber Keteduhan Hati" di Galeri Surabaya, Balai Pemuda, 5 - 13 September 2008. Bambang Tri ES, salah seorang pelukis, kepada ANTARA News di Surabaya, Jumat, menjelaskan bahwa para pelukis akan menampilkan sekira 25 lukisan. "Mereka adalah, B. Sulaiman (Surabaya), Zaid Juber (Banyuwangi), M. Djuhadi Djauhar (Kediri), A. Rahman (Surabaya), dan saya sendiri," kata pelukis asal Sidoarjo itu. Ia menjelaskan, mereka awalnya bertemu dalam kegiatan Pasar Seni awal 2008 lalu di Balai Pemuda Surabaya. Setelah itu mereka sepakat untuk menggelar pameran bersama. Pada pameran kali ini, Bambang menampilkan kaligrafi yang diambil dari petikan ayat-ayat Alquran, seperti Surat Al Baqarah, Al Ikhlas, Ibrahim dan Lukman. Ia mengemukakan, lukisan kaligrafi itu memiliki makna spiritual mendalam bagi para pelukisnya. Selain untuk ekspresi estetis, lukisan kaligrafi juga menjadi sarana syiar agama. "Lewat lukisan kaligrafi kita bisa menyebarkan makna dari ayat-ayat suci Alquran. Saya kira ini akan lebih menyentuh karena ada aspek seninya," katanya. Lewat lukisan kaligarfi dengan ukuran 100 Cm x 100 Cm, Bambang berharap, penikmatnya bisa lebih memahami makna ayat suci dengan cara yang lain. (ANTARA, 5 September 2008)

Senin, September 01, 2008

Agenda Galeri Surabaya, September 2008

01-03 Pameran Sketsa dan Foto: PEDULI ANAK JALANAN, YATIM PIATU dan PSK, oleh Student Committee Association (STUECOSS). 05-13 Pameran Lukisan Kaligrafi: FIRMANMU SUMBER KETEDUHAN HATI, karya B. Sulaiman, Bambang Tri ES, Salim ND, Zaid Jubair, M. Djuhadi Djauhar, A. Rahman. 15-21 Bursa Seni Rupa Dua Dimensi: JANGAN SALAH PILIH, oleh Paguyuban Seni Seger Waras. 23-28 Pameran Seni Fotografi Apropriasi: KEMASAN, karya Mix Media. (Manager Galeri Surabaya/ Farid Syamlan)

Pameran Lukisan "Reproduksi"

Sebanyak 13 pelukis Surabaya berpameran bersama dengan tema "Reproduksi" di Galeri Surabaya, Kompleks Balai Pemuda, mulai 17 - 23 Agustus. Para perupa ini adalah kawan lama yang jarang bertemu, kemudian sepakat berpameran. Kesepakatan itu kemudian menghasilkan kembali karya dalam bingkai "reproduksi" atau berproduksi kembali. Para pelukis lain yang terlibat, antara lain Ahmad Jaelani, Bayu, Moh Prayitno, Aries Andrianto, Suparman, Ahmadi Mulya, Elly Juliasih, Irawan, Sutomo, Nyoman Tri Putra, Andik, Agung Budi dan Fitrianto. Karya yang dipamerkan tidak ada pesan khusus, karena semuanya mengalir sesuai dengan pilihan masing-masing. Ada karya Pasar Buah dan Pasar Kelapa yang menggambarkan harapan agar pasar tradisional kelak bisa ramai kembali. Kemudian ada karya judul Love is Beautifull yang menyuguhkan seorang ibu muda sedang menggendong anaknya. Ada karya Koi dengan obyek sejumlah ikan koi dan ada obyek bunga. Selain itu juga ada obyek kuda dalam berbagai model dan warna. (Surabaya Post, 21 Agustus 2008/ Foto: pasarsenilukis.com)

Reproduksi Lewat Goresan

Arti reproduksi bisa diterjemahkan berbeda lewat goresan di atas kanvas. Tak melulu mengenai kelahiran. Karya Nyoman Tri Putra misalnya. Lelaki yang biasanya melukis abstrak itu menciptakan lukisan ornamen kehidupan sebagai perwujudan reproduksi. Menggunakan media acrylic di atas kanvas 180 x 150 cm, Nyoman menggambarkan seorang anak laki-laki yang sedang duduk dengan anak melompat di sebelah kirinya. Serta, seorang laki-laki tua bertopi yang sedang mengolah tanah liat. Dalam lukisan tersebut, Nyoman berpesan agar seseorang harus benar-benar mempersiapkan jalan hidup. Dan, tidak sampai menyesal di hari tua karena telah dilahirkan. "Gambar anak yang melompat adalah gambaran agar cita-cita harus tinggi," tutur Nyoman. Karya Nyoman adalah salah satu di antara beberapa lukisan yang dipajang dalam pameran Forum Anak Negeri yang berlangsung rutin saat Agustus. Ada 13 pelukis -semuanya alumnus Seni Rupa Unipa- yang menunjukkan karya mereka di Galeri Surabaya mulai 17 hingga 23 Agustus. Meski rutin dihelat, pameran yang kali ini memajang 21 lukisan tersebut dinanti-nanti anggota Forum Anak Negeri. ''Terakhir saya ikut pameran pada 1996. Jadi, senang sekali bisa gabung kali ini,'' kata RR Elly Juliasih, salah seorang pelukis. Untuk itu, Elly membawa dua karya. Salah satunya berjudul Otak Wanita. Lukisan tersebut dikerjakan dengan teknik drawing dan memanfaatkan media tinta hitam di atas kertas. Goresan Elly menggambarkan ekspresi otak seorang wanita yang mewakili rasa marah, sedih, senang, dan susah. "Selain menjadi tema lukisan, reproduksi mewakili sebagian besar pelukis yang baru kali pertama mengikuti pameran ini," ujar Agung Budi S. MPd, Ketua Panitia. (jan, tia/ Jawa Pos, 20 Agustus 2008/ Foto: pasarsenilukis.com)

13 Perupa Surabaya Pamer Lukisan Reproduksi

Sebanyak 13 pelukis Surabaya mengadakan pameran bersama bertema “Reproduksi” di Galeri Surabaya, Kompleks Balai Pemuda, 17 hingga 23 Agustus 2008. “Kami adalah kawan lama yang sudah jarang bertemu dan setelah bertemu sepakat untuk menggelar pameran dengan tema bebas,” kata Ahmad Jaelani di Surabaya, Rabu (20/8). Ia mengemukakan bahwa dalam pertemuan itu mereka sepakat untuk menghasilkan kembali karya dalam bingkai “reproduksi” atau berproduksi kembali. “Pada karya-karya yang kami pamerkan ini juga tidak ada pesan-pesan khusus karena semuanya mengalir sesuai dengan pilihan masing-masing,” kata seorang guru seni lukis privat di Surabaya itu. Ia sendiri menampilkan dua karya berjudul “Pasar Buah” dan “Pasar Kelapa”. Lewat karyanya ia menggambarkan harapan agar pasar tradisional kelak bisa ramai kembali. Pelukis lain yang tampil dalam pameran itu adalah, Bayu, Moh Prayitno, Aries Andrianto, Suparman, Ahmadi Mulya, Elly Juliasih, Irawan, Sutomo, Nyoman Tri Putra, Andik, Agung Budi dan Fitrianto. Mereka menampilkan karya beragam, seperti Ahmadi dengan judul “Love is Beautifull”. Lukisan itu menyuguhkan seorang ibu muda sedang menggendong anaknya. Suparman menampilkan karya “Koi” dengan obyek sejumlah ikan koi, Andik menampilkan karya dengan obyek bunga. Agung Budi menampilkan obyek kuda dalam berbagai model dan warna, sedangkan Fitrianto juga menampilkan obyek bunga. (Masuki M. Astro/ ANTARA, 20 Agustus 2008/ Foto: pasarsenilukis.com)