Sabtu, Februari 14, 2009

SUKSESI DKS: Baru Satu yang Resmi Daftar

Bursa bakal calon (balon) ketua Dewan Kesenian Surabaya (DKS) periode 2009-2014 terus bertambah. Pada hari pertama pendaftaran kandidat ketua DKS kemarin, panitia musyawarah DKS sudah menampung enam nama balon. Musyawarah DKS 2009 akan dilangsungkan di gedung utama Balai Pemuda, 18 Februari mendatang. Sebelumnya, lima nama balon sudah santer disebut siap maju. Mereka adalah RM. Yunani (sastrawan Jawa), Sabrot D. Malioboro (penyair), Autar Abdillah (dosen Unesa), Desemba (penikmat seni), dan Solikin Jabar (musisi kontemporer). Kemarin, tambah satu lagi balon yang mendaftarkan diri. Dia adalah Rokim Dakas, seniman teater. ''Namun, dari enam orang itu, baru Rokim Dakas yang sudah mendaftar resmi. Yang lima lainnya masih dalam wacana. Mereka belum mendaftarkan diri," ujar Hanif Nasrullah, sekretaris panita musyawarah DKS 2009. Menurut rencana, pemilihan ketua DKS akan berlangsung mulai pukul 09.00 hingga pukul 17.00 pada 18 Februari nanti. Selama durasi waktu tersebut akan digelar tiga sesi acara. Yang pertama, musyawarah DKS untuk menentukan kandidat ketua yang layak maju ke proses pemilihan suara. Berikutnya, dilakukan proses pemungutan suara hingga diperoleh nama ketua DKS baru. Acara terakhir, pembentukan tim formatur yang terdiri atas ketua DKS terpilih, tiga peserta musyawarah yang dipilih oleh forum, dan satu ex officio yang ditunjuk. Tim formatur itulah yang diberi wewenang untuk menyusun kepengurusan DKS periode 2009-2014. ''Mereka diberi waktu seminggu untuk menyusun kepengurusan itu,'' ujar Hanif. Hanif menambahkan bahwa kelancaran musyawarah DKS sangat penting. Pasalnya, forum tersebut akan menentukan masa depan DKS yang sempat vakum setahun terakhir, setelah kepengurusan Ivan Haryanto berakhir. ''Harapanya ya persoalan-persoalan di masa lalu bisa menemui jalan keluarnya dengan kepengurusan baru ini,'' ujar seniman teater itu. Mengenai subsidi dana DKS yang sempat distop oleh pemkot, Autar Abdillah mengatakan bahwa ada harapan dana subsidi itu akan kembali mengucur. Hal itu setelah seminggu yang lalu, para seniman Surabaya menemui Wawali Arif Afandi. Dalam kesempatan tersebut, lanjut Autar, Wawali mengungkapkan akan ikut mengawal proses penganggaran dana DKS. Wawali akan mengawal di tingkat eksekutif, sedangkan para pengurus DKS berupaya lewat jalur legislatif. ''Saya bisa mengatakan baru kali ini ada pejabat pemkot yang mengeluarkan pernyataan seperti itu. Karena itu, kita sangat menghargai kepedulian beliau,'' jelasnya. (ken/ari; Jawa Pos, 13 Februari 2009)

Rabu, Februari 11, 2009

Lima Nama Masuk Bursa

DKS Adakan Musyawarah Pilih Ketua - Setelah setahun vakum, Dewan Kesenian Surabaya (DKS) akan kembali membentuk kepengurusan baru. Rencananya, 18 Februari mendatang dilangsungkan musyawarah seniman Surabaya di Gedung Utama Balai Pemuda untuk memilih ketua DKS periode 2009-2014. Lima nama disebut-sebut masuk bursa kandidat ketua DKS menggantikan ketua lama Ivan Haryanto yang lengser tahun lalu. Kelima kandidat itu adalah Sabrot D. Malioboro (penyair), Autar Abdillah (dosen Sendratasik Unesa), R.M. Yunani (sastrawan Jawa), Solikin Jabar (musisi), dan Desenda (penikmat seni). Menurut Sekretaris Panitia Musyawarah Hanif Nashrullah, kelima calon itu mulai ''berkampanye'' mencari dukungan kepada para seniman. ''Ada yang memang mencalonkan diri sendiri, ada juga yang dicalonkan oleh sanggar atau teman-teman seniman sendiri,'' jelasnya kemarin. Dia menyatakan, salah satu kriteria utama kandidat ketua DKS adalah punya aktivitas kesenian di metropolis. ''Jadi, pengamat seni pun boleh mencalonkan atau dicalonkan. Pokoknya, aktivitasnya berkaitan dengan dunia seni di Surabaya,'' imbuhnya. Namun, nama-nama kandidat yang masuk ke panitia, kata Hanif, belum tentu melaju dalam pemilihan suara. Keberadaan mereka bergantung musyawarah para seniman sebelum pemilihan. ''Musyawarah para pemilih itulah yang menentukan apakah seorang bakal calon layak menjadi kandidat ketua," jelasnya. Para pemilih juga akan dipilih oleh panitia. Menurut rencana, diambil 200 pemilih yang diseleksi dari insan seniman metropolis yang masih aktif. ''Kalau pelukis, dinilai dari aktivitasnya mengadakan pameran. Sedangkan seniman tari dari pementasan tari yang ditampilkan,'' tutur seniman teater itu. Dalam musyawarah yang akan digelar sebelum pemilihan tersebut, tata tertib pemilihan sepenuhnya akan ditentukan oleh para pemilih. Ketika ditanya mengenai kevakuman DKS setahun terakhir, Hanif menjelaskan, sebenarnya beberapa teman seniman sudah berupaya melakukan musyawarah untuk melakukan penggantian pengurus. Karena itu, mereka mengirimkan surat laporan ke Wali Kota Bambang D.H. Namun, tanggapan tersebut baru datang sebulan lalu. ''Untuk itu, begitu surat dari wali kota keluar, beberapa teman langsung merencanakan pemilihan ketua baru ini," ujarnya. Sementara itu, salah seorang kandidat, Autar Abdillah mengaku siap bersaing merebut kursi ketua DKS periode 2009-2014. ''Selama teman-teman seniman menghendaki dan memercayai saya, saya siap. Sebab, yang terpenting adalah kepercayaan dari teman-teman,'' tegas Autar yang juga menjabat ketua panitia musyawarah DKS itu.(ken,ari; Jawa Pos, 10 Februari 2009)

Selasa, Februari 10, 2009

DKS Tolak Pengurus Lama

Mendekati hari pemilihan ketua DKS beragam komentar bermunculan. Solichin Jabar, berharap orang-orang lama tidak perlu menjabat lagi. Pernyataan mantan sekjen Dewan Kesenian Surabaya (DKS) Autar Abdulah dalam Surabaya Post (06/2) mendapat reaksi beragam dari seniman yang berhasil dihubungi. Diantaranya adalah pelukis Supar Pakis yang pada konvensi tahun 2003 lalu gagal menjadi presidium. Menurut Supar Pakis hal yang menyebabkan kemerosotan DKS bukan karena biro-bironya tidak jalan, tetapi para presediumnya tidak bisa menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Menurutnya, bagaimanapun presidiumlah yang harus bertanggung jawab atas kericuhan di tubuh DKS periode lalu. “Betapa tidak, presidium dipegang oleh orang-orang goblok. Mereka itu goblok manajemen, juga goblok apresiasi terhadap kesenian,”jelasnya. Ketika ditanya kemungkinnannya untuk mencalonkan lagi, Supar mengaku tidak ingin menjadi ketua ataupun terlibat sebagai pengurus di DKS. Pelukis yang aktif di Komunitas Seni Arek Pakis ini mengakui bahwa dirinya lebih baik berada di luar sistem kepengurusan. “Kalau berada di luar kan saya bisa bengok-bengook sak karepku (teriak-teriak semau saya)”, jelasnya. Ditempat terpisah, Solichin Jabbar, mantan biro musik DKS, mengungkapkan bahwa tugas biro atau komite merupakan pelaksana. Jadi menurutnya, komite tidak dapat dipersalahkan ketika program tidak jalan karena dana tidak turun. “Harusnya pimpinannya, dong yang bertanggung jawab. Komite kalau ada dana, ya kerja, kalau ga ada ya gimana lagi.” Ditambahkannya, bahwa tidak optimalnya biro atau komite pada periode sebelumnya, juga disebabkan oleh sering tidak dilibatkannya komite dalam penggarapan setiap acara atau proyek yang didapat oleh pengurus. Hal inilah yang membuat komite-komite enggan untuk bekerja secara maksimal. “Ya jangan salahkan kalau mereka pada kabur,” ujarnya. Dikatakannya, siapapun yang menjadi ketua dan pengurus nantinya, yang terpenting adalah bukan dari pengurus yang lama. “Tolong garis bawahi, saya tidak sepakat kalau orang-orang lama masih bercokol nantinya di kepengurusan”, serunya. Ditambahkannya, bahwa dirinya merasa tidak cocok dengan orang-orang lama di DKS. Dibuktikan dengan pengunduran dirinya dari tim SC panitia pemilihan ketua DKS 2009, karena dinilainya terdapat persaingan-persaingan kepentingan yang menurutnya itu tidak perlu terjadi. “Sebelumnya saya tergabung di kepanitiaan. Kemudian saya melihat ada persaingan-persaingan yang ga bener. Saya keluar. Masa’ dalam kesenian ada persaingan-persaingan yang seperti itu,” terangnya. Sementara itu diinformasikan oleh Autar, tanggal pelaksanaan yang sekiranya diadakan tanggal 7 Februari mendatang, akan diundur kurang lebih tanggal 18 Februari. Pengunduran tanggal ini, diakuinya karena gedung utama Balai Pemuda yang dimintanya baru bisa dipakai tanggal 18 Februari. “Dikira oleh pihak Balai Pemuda kami pakai gedung merah putih. Padahal yang menurut kami representatif itu gedung utama”, pungkasnya. (a3; Surabaya Post, 7 Februari 2009)

Autar: Komite Tidak Kreatif

Berbagai harapan muncul pada pengurus DKS yang akan dipilih pertengahan Februari mendatang. Autar Abdillah, mantan sekjen DKS periode sebelumnya, Solikin Jabbar, seniman senior Surabaya, dan seniman muda Supar Pakis turut angkat bicara mengenai hal ini. Kegagalan pada dua periode kepengurusan sebelumnya, membuat panitia pemilihan ketua DKS sibuk mempersiapkan formulasi untuk memilih figur yang tepat sebagai ketua DKS. Dari formulasi inilah diharapkan terpilih figur-figur pemimpin DKS yang dapat menjalankan perannya sebagai wadah dan penggerak aktivitas berkesenian di Surabaya. Tidak terkecuali Autar Abdillah. Mantan Sekjen DKS periode sebelumnya ini kini menjabat sebagai ketua OC panitia pemilihan ketua DKS. Ketika dikonfirmasi mengenai hal ini, dirinya mengatakan bahwa pada perkembangannya, DKS mengalami 3 tahap, yakni tahap legitimasi, mediasi, dan konseptor. “Ketiga tahap tersebut harusnya diformulasikan untuk membentuk sebuah DKS yang baru”, ungkapnya. Baginya DKS harus berfungsi sebagai motivator, bukan yang seperti selama ini. Menurutnya, selama ini seniman-seniman yang masuk ke DKS mengangap DKS ini merupakan tempat untuk bekerja. Padahal harusnya tempat ini membuat program-program kesenian Surabaya. Hal ini yang menurutnya adalah kelemahan dari pengurus DKS periode sebelumnya. Dijelaskannya, kelemahan yang paling menonjol dari DKS adalah lemahnya interaksi dari pengurus DKS. Lemahnya interaksi tersebut tidak dipungkirinya. Namun ketika disinggung mengenai biro-biro yang ada di dalamnya, Autar yang juga dosen di UNESA ini menegaskan bahwa biro yang ada di periode sebelumnya merupakan biro-biro yang berisikan orang-orang yang tidak kreatif. “Harusnya mereka itu kreatif dong. Ketika dana tidak turun, mereka harus juga bantu nyari. Jangan cuma terima jadi”, ujarnya. Mengenai hal ini, pada dasarnya Autar Abdillah tidak memungkiri telah tercipta kondisi yang tidak harmonis. Kondisi tersebut yang menyebabkan lemahnya interaksi dan koordinasi presidium dalam mengelola DKS secara keseluruhan. “Saya tidak semata-mata menyalahkan komite. Tapi presidium juga dasarnya sudah tidak kondusif lagi.” Kondisi yang tidak kondusif tersebut, sebenarnya sudah diantisipasi oleh Autar yang waktu itu menjabat sebagai sekjen. Diakuinya bahwa 2006 dirinya sudah mengusulkan untuk diadakan konvensi ulang guna merestrukturisasi kepengurusan. Namun hal ini tidak kunjung direspon oleh pihak pemerintah kota. “Cukup sulit memang mengadakan konvensi ulang. Sebab banyak yang harus dikonfirmasi”, singkatnya. Format presidium yang dipakai pada periode sebelumnya, menurut Autar memang sudah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dirinya sebagai ketua OC akan mengusulkan pengurus DKS periode selanjutnya akan menggunakan sistem ketua umum. Selain itu, hal ini disesuaikan dengan SK Mendagri No. 431.3015/PUOD/1995. “Belajar dari pengalaman sebelumnya, presidium sama sekali ga jalan. Berarti sekarang itu harus diubah”, jelasnya. Sementara itu dikonfirmasi di tempat terpisah, pelukis muda Supar Pakis angkat bicara. Dirinya tidak sepakat dengan pernyataan Autar. Menurutnya presidiumlah yang harus bertanggung jawab atas kericuhan di tubuh DKS periode lalu. “Betapa tidak, presidium dipegang oleh orang-orang goblok. Mereka itu goblok manajemen, juga goblok apresiasi terhadap kesenian,” jelasnya. (a3; Surabaya Post, 6 Februari 2009)

Autar Janji Kembalikan DKS ke Posisi Sebenarnya

Autar Abdillah berjanji akan mengembalikan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) ke posisi sebenarnya jika ia terpilih menjadi ketua dalam musyawarah yang akan digelar pertengahan Februari 2009. "Saya akan meletakkan DKS pada posisi sebenarnya, yakni sebagai organisasi dewan kesenian. Selama ini DKS belum berada pada tempat yang sebenarnya," kata salah seorang calon Ketua DKS itu di Surabaya, Kamis. Ia mengemukakan, DKS seharusnya bisa menentukan arah semua kebijakan kesenian dan kebudayaan di Surabaya. Karena itu DKS harus menyusun konsep strategis bagaimana kesenian dan kebudayaan di Surabaya akan dikembangkan. "Jadi Pemkot dan instansi di bawahnya seharusnya melaksanakan kebijakan kebudayaan seperti yang dipikirkan oleh DKS. Bukan justru sebaliknya, DKS yang diarahkan. Keberadaan DKS itu memang menjadi partner Pemkot, tapi tetap harus independen," ujarnya. Dosen teater di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu mengemukakan, selama ini pengurus DKS memang pernah diundang oleh Pemkot untuk menyusun kebijakan kebudayaan, namun posisinya tidak berada dalam posisi menentukan. Ditanya bagaimana jika nantinya konsep dari DKS tidak pernah digunakan oleh Pemkot, Autar mengatakan, pihaknya akan menyentuh langsung ke kantong-kantong kesenian di Kota Pahlawan ini, seperti sekolah, kampus, seniman dan lainnya. "Tidak harus selalu lewat pemerintah karena kami bisa menyentuh langsung kantong kesenian. Nantinya akan kami nilai apakah ada umpan balik dari program seperti itu. Kan tujuannya untuk memajukan kesenian di Surabaya juga," katanya. Selain Autar Abdillah, calon Ketua DKS yang kini mulai muncul adalah, Desemba, Solikin Jabbar dan Sabrot D. Malioboro. Desemba dikenal sebagai pengusaha yang peduli pada kesenian, Solikin Jabbar adalah seniman lukis dan Sabrot adalah penyair. Autar yang kini menjabat Sekretaris DKS mengaku, dirinya tidak pernah mencalonkan diri untuk memimpin dewan kesenian tersebut. "Saya tidak pernah mencalonkan diri, tapi kalau memang teman-teman mendorong saya, saya siap. Saya sendiri sebetulnya lebih suka yang memimpin DKS itu adalah teman-teman yang memang memiliki keinginan kuat untuk maju," katanya. (Masuki M. Astro; ANTARA, 5 Februari 2009)

Calon Ketua DKS Mulai Bermunculan

Calon-calon Ketua Dewan Kesenian Surabaya (DKS) yang akan dipilih dalam musyawarah, awal Februari 2009, saat ini mulai bermunculan, antara lain Desemba, Solikin Jabbar dan Autar Abdillah. "Untuk sementara ini, yang mulai terdengar dan siap maju menjadi calon Ketua DKS ada tiga orang itu. Saya yakin, nanti akan bertambah lagi pada saat mendekati musyawarah," kata Humas DKS, Farid Syamlan di Surabaya, Jumat. Ia mengemukakan, dari ketiga calon itu, hanya Solikin yang merupakan seniman murni, sedangkan Desemba adalah pengusaha yang yang selama ini memiliki kepedulian pada dunia seni, dan Autar Abdillah adalah dosen teater di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Menurut Farid, Ketua DKS kali ini, diharapkan bukan dari kalangan seniman, agar bisa konsetrasi mengurusi organisasi yang dalam beberapa tahun terakhir ini "mati suri". Sementara kalangan seniman diharapkan lebih konsentrasi untuk berkarya. Autar Abdillah yang saat ini juga menjabat Sekretaris DKS mengatakan, dirinya tidak pernah mencalonkan diri untuk memimpin dewan kesenian tersebut. "Saya tidak pernah mencalonkan diri, tapi kalau memang teman-teman mendorong saya, saya siap. Saya sendiri sebetulnya lebih suka yang memimpin DKS itu adalah teman-teman yang memang memiliki keinginan kuat untuk maju," katanya menambahkan. Peneliti teater tradisi itu mengemukakan, musyawarah untuk memilih ketua itu rencananya akan dilaksanakan 7 Februari, namun karena ruang di Balai Pemuda akan ditempati oleh kegiatan lain, kemungkinan anak diundur. "Kalau memang tidak jadi 7 Februari, alternatifnya adalah paling lambat 14 Februari. Kami berharap, agar musyawarah ini bisa segera terlaksana, sehingga DKS bisa langsung menjalankan programnya," katanya. (Masuki M. Astro; ANTARA, 30 Januari 2009/ Grafis: Saiful Hadjar)

Ketua DKS Sebaiknya Bukan dari Seniman

Ketua Dewan Kesenian Surabaya yang akan dipilih dalam musyawarah pada tanggal 7 Februari 2009 diusulkan bukan dari kalangan seniman. "Sekarang memang muncul usulan agar ketuanya bukan dari seniman. Kalau dari seniman, dikhawatirkan bisa mengganggu kreativitas seniman itu sendiri," kata Humas DKS, Farid Syamlan di Surabaya, Rabu. Ia mengemukakan, jika Ketua DKS bukan dari seniman, maka diharapkan bisa mengelola organisasi dengan baik untuk memajukan kesenian di Surabaya. Meskipun demikian, Ketua DKS disyaratkan harus memiliki kedekatan dengan dunia seni. "Jadi bukan orang yang tidak mengerti seni sama sekali. Kemudian pengurus di bawahnya baru diisi oleh kalangan seniman," kata seniman teater yang juga mantan Manajer Galeri Surabaya itu. Ia mengemukakan, figur yang saat ini sudah muncul untuk menjadi Ketua DKS adalah Desemba. Desemba adalah pelaku wiraswasta yang dikenal dekat dengan kalangan seniman, khususnya pelukis di Surabaya. "Desemba dikenal sebagai orang organisatoris dan pernah membuat majalah budaya di Surabaya. Sampai saat ini yang muncul baru Desemba, tapi biasanya satu minggu sebelum musyawarah akan muncul figur lain," katanya. Ia mengemukakan, tim perumus AD/ART dan tata tertib musyawarah DKS sudah bertemu dengan Wakil Wali Kota Surabaya, Arif Afandi beberapa waktu lalu. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, musyawarah akan digelar 7 Februari 2009. Tim perumus yang terdiri atas Yunani Prawiranegara, Sabrot D Malioboro, Rusdi Zaki, Husnul Huda Soleh, Aribowo, Amang Mawardi dan Bambang Sujiono itu telah melakukan penataan struktur pengurus DKS yang menghapus sistem presidium. "Pada musyawarah nanti, DKS tidak akan menggunakan sistem presidium karena ternyata pimpinan dengan pola seperti itu tidak ada yang bertanggung jawab. Sekarang pengurus DKS sudah lari semua dari tanggung jawab," ujarnya. Hal lain yang diubah adalah, masa kepengurusan yang selama ini hanya tiga tahun akan diperpanjang menjadi lima tahun. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada pengurus mengerjakan program dalam satu periode dengan lebih baik. Kepengurusan dan kegiatan DKS dalam beberapa tahun terakhir vakum karena banyak pengurus yang tidak bertanggung jawab. Semua anggota presidium tidak ada yang aktif untuk menjalankan roda organisasi pada periode 2004 - 2007. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghidupkan kembali DKS, antara lain menghadap Wakil Walikota Surabaya, Arif Afandi, April 2008, namun tidak ada penyelesaian. Bukan hanya itu, sejak tiga tahun belakangan, DKS tidak mampu membayar karyawan dan biaya telepon karena bantuan operasional Rp2 juta setiap bulan dari Pemkot Surabaya sudah tidak ada lagi. (Masuki M. Astro; ANTARA, 21 Januari 2009)

DKS Segera Pilih Ketua

Setelah fakum satu periode pengurusan 2004-2007, Dewan Kesenian Surabaya (DKS) akan mengadakan musyawarah, untuk memilih pengurus baru, pada 7 Februari mendatang. Keputusan itu diambil setelah tim perumus AD/ART dan tata tertib musyawarah DKS bertemu dengan Wakil Walikota Surabaya Arif Afandi beberapa waktu lalu. Tim perumus itu terdiri dari Yunani Prawiranegara, Sabrot D Malioboro, Rusdi Zaki, Husnul Huda Soleh, Aribowo, Amang Mawardi, dan Bambang Sujiono, bahkan telah menata struktur pengurus DKS yang menghapus sistem presidium. Farid Syamlan salah salah aktifis DKS mengatakan, pada musyawarah nanti, DKS tidak akan menggunakan sistem presidium karena ternyata pimpinan dengan pola seperti itu tidak ada yang bertanggung jawab. “Sekarang pengurus DKS sudah lari semua dari tanggung jawab," ujarnya. Hal lain yang diubah, masa kepengurusan yang selama ini hanya tiga tahun diperpanjang menjadi lima tahun. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada pengurus mengerjakan program dalam satu periode dengan lebih baik. Menurut dia, kepengurusan dan kegiatan DKS dalam beberapa tahun terakhir vakum karena banyak pengurus yang tidak bertanggung jawab. Semua anggota presidium tidak ada yang aktif untuk menjalankan roda organisasi pada periode 2004 - 2007. Berbagai upaya dilakukan untuk menghidupkan kembali DKS, antara lain menghadap Arif Afandi, April 2008, namun tidak ada penyelesaian. Pada tiga tahun belakangan, DKS tidak mampu membayar karyawan dan biaya telepon karena bantuan operasional Rp2 juta setiap bulan dari Pemkot Surabaya tidak ada lagi. Sementara itu berbicara calon ketua DKS, Farid berpendapat, sebaiknya bukan dari seniman. "Sekarang memang muncul usulan agar ketuanya bukan dari seniman. Kalau dari seniman, dikhawatirkan bisa mengganggu kreativitas seniman itu sendiri," kata Farid Syamlan, di Surabaya, Rabu (21/1). Ia mengemukakan, jika Ketua DKS bukan dari seniman, diharapkan bisa mengelola organisasi dengan baik untuk memajukan kesenian di Surabaya. Meskipun demikian, Ketua DKS disyaratkan harus memiliki kedekatan dengan dunia seni. "Jadi bukan orang yang tidak mengerti seni sama sekali. Kemudian pengurus di bawahnya baru diisi oleh kalangan seniman," kata seniman teater ini. Ia mengemukakan, figur yang saat ini muncul untuk menjadi Ketua DKS adalah Desemba. Desemba merupakan wiraswasta yang dikenal dekat dengan kalangan seniman, khususnya pelukis di Surabaya. "Desemba dikenal sebagai organisatoris dan pernah membuat majalah budaya di Surabaya. Sampai saat ini yang muncul baru Desemba, tapi biasanya satu minggu sebelum musyawarah akan muncul figur lain," katanya. (Masuki M. Astro; ANTARA/Rachmad Giryadi; Surabaya Post, 22 Januari 2009)