Selasa, Februari 10, 2009

Ketua DKS Sebaiknya Bukan dari Seniman

Ketua Dewan Kesenian Surabaya yang akan dipilih dalam musyawarah pada tanggal 7 Februari 2009 diusulkan bukan dari kalangan seniman. "Sekarang memang muncul usulan agar ketuanya bukan dari seniman. Kalau dari seniman, dikhawatirkan bisa mengganggu kreativitas seniman itu sendiri," kata Humas DKS, Farid Syamlan di Surabaya, Rabu. Ia mengemukakan, jika Ketua DKS bukan dari seniman, maka diharapkan bisa mengelola organisasi dengan baik untuk memajukan kesenian di Surabaya. Meskipun demikian, Ketua DKS disyaratkan harus memiliki kedekatan dengan dunia seni. "Jadi bukan orang yang tidak mengerti seni sama sekali. Kemudian pengurus di bawahnya baru diisi oleh kalangan seniman," kata seniman teater yang juga mantan Manajer Galeri Surabaya itu. Ia mengemukakan, figur yang saat ini sudah muncul untuk menjadi Ketua DKS adalah Desemba. Desemba adalah pelaku wiraswasta yang dikenal dekat dengan kalangan seniman, khususnya pelukis di Surabaya. "Desemba dikenal sebagai orang organisatoris dan pernah membuat majalah budaya di Surabaya. Sampai saat ini yang muncul baru Desemba, tapi biasanya satu minggu sebelum musyawarah akan muncul figur lain," katanya. Ia mengemukakan, tim perumus AD/ART dan tata tertib musyawarah DKS sudah bertemu dengan Wakil Wali Kota Surabaya, Arif Afandi beberapa waktu lalu. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, musyawarah akan digelar 7 Februari 2009. Tim perumus yang terdiri atas Yunani Prawiranegara, Sabrot D Malioboro, Rusdi Zaki, Husnul Huda Soleh, Aribowo, Amang Mawardi dan Bambang Sujiono itu telah melakukan penataan struktur pengurus DKS yang menghapus sistem presidium. "Pada musyawarah nanti, DKS tidak akan menggunakan sistem presidium karena ternyata pimpinan dengan pola seperti itu tidak ada yang bertanggung jawab. Sekarang pengurus DKS sudah lari semua dari tanggung jawab," ujarnya. Hal lain yang diubah adalah, masa kepengurusan yang selama ini hanya tiga tahun akan diperpanjang menjadi lima tahun. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada pengurus mengerjakan program dalam satu periode dengan lebih baik. Kepengurusan dan kegiatan DKS dalam beberapa tahun terakhir vakum karena banyak pengurus yang tidak bertanggung jawab. Semua anggota presidium tidak ada yang aktif untuk menjalankan roda organisasi pada periode 2004 - 2007. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghidupkan kembali DKS, antara lain menghadap Wakil Walikota Surabaya, Arif Afandi, April 2008, namun tidak ada penyelesaian. Bukan hanya itu, sejak tiga tahun belakangan, DKS tidak mampu membayar karyawan dan biaya telepon karena bantuan operasional Rp2 juta setiap bulan dari Pemkot Surabaya sudah tidak ada lagi. (Masuki M. Astro; ANTARA, 21 Januari 2009)

Tidak ada komentar: