Rabu, November 26, 2008

Anjing-anjing Berlari Gelisah

Sapuan warna hitam dan putih dari acrylic di atas kanvas abu-abu. Melingkarlingkar bagai benang kusut yang tak terurai. Begitu kelam seperti memendam kegelisahan. Sepintas memang hanya kelam.Tapi lebih dalam lagi di balik sapuan itu, akan “terlihat”anjing-anjing berlarian. Lari mencari kebebasan. Itulah salah satu karya yang dipamerkan Endy Lukito di Galeri Surabaya, Kompleks Balai Pemuda, kemarin. Lukisan berjudul Running Out Series 1 itu dibuatnya dalam tiga versi. Ada juga Running Out Series 2 dan Running Out Series 3. Endy sengaja melakukan eksplorasi garis untuk membebaskan diri dari kungkungan konvensi.“ Tidak salah kalau ada yang bilang anak TK bisa melukis seperti ini,” kata Endy. Yang membedakan adalah proses dan semangat yang terpancar dari goresan tersebut. “Saya memang sedang gelisah,” kata seniman berkacamata ini. Pameran lukisan bertema Jamu Anti-Stress ini juga menampilkan karya pelukis, Imam Sucahyo, Sutarno Masteng, dan Hen Indira. Untuk menyelesaikan lukisan Running Out Series, Endy mengaku butuh waktu sekitar tiga minggu. “Melukisnya memang tidak lama. Tapi proses pencarian gagasan dan kontemplasinya yang butuh waktu,” kata cowok yang pernah kuliah di Jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu. Menariknya, Endy baru menemukan “sesuatu” dalam lukisan itu setelah menyelesaikannya. Awalnya, Endy sengaja mencoba lari dari proses yang telah dijalaninya selama ini. Hingga akhrinya ia memutuskan mengeksplorasi garis untuk mencari kemungkinan-kemungkinan yang ada. Hasilnya, Endy baru menyadari ternyata ia ”melihat” ada anjing- anjing berlarian dalam goresan monochrome. Karya lain berjudul Pesan Para Binatang juga tidak kalah menariknya. Lukisan ini memang lebih mudah dinikmati masyarakat umum. Pelukisnya, Hen Indira, mengaku sengaja ingin menyampaikan betapa manusia sering memfitnah binatang. Dalam karya itu ada gambar beberapa hewan. Gambar itu dituangkan di atas bahan logam dari kaleng bekas. Gambar kuda bertuliskan kerja,burung bertuliskan plagiat, kepala harimau bertuliskan raja, ayam bertuliskan jagoan, tikus bertuliskan maling, sapi bertuliskan perah, dan bebek bertuliskan mbebek. Sementara lukisan kepala serigala dibiarkan tanpa tulisan. ”Kita sering memfitnah binatang, kita pasti menuding tikus suka nyolong makanan,” kata Hen Indira. Padahal, manusia sendiri tidak sadar telah memiliki sifat-sifat itu. Lalu mengapa kepala serigala tanpa tulisan? Kata Hen Indira, itu memang untuk memberi ruang pada penikmat untuk memaknainya sesuai hati nurani. ”Makanya, lukisannya ’kan menjorok ke dalam. Ya di dalam hati nurani,” ucapnya sambil memegang dada. Sedangkan Masteng menampilkan karya yang dibuatnya dari bahan acrylic dan ballpoint. Lukisan berjudul Kosong itu menyampaikan betapa masih ada kekosongan di hati pelukisnya. Dengan goresan ballpoint melingkar-lingkar tercipta bentuk batu-batu yang berserakan. Kata Masteng, lukisan itu memang berangkat dari kekosongan hatinya. Lukisan yang mengambil tema aktual dan faktual adalah Bau, karya Imam Sucahyo. Tergambar seorang pria menggunakan bra dan menghunus pisau. Di sampingnya tertulis kata-kata, Alway Back to The Prex Ketek. Imam mencoba menyejajarkan kasus mutilasi dan pembunuhan berantai yang dilakukan Verry Idham Henyansyah alias Ryan dengan kasus korupsi. Secara kasatmata, Ryan memang tampak berbahaya, padahal koruptor bisa membunuh lebih banyak penghuni bangsa ini. Pria yang pernah kuliah di Akademi Seni Rupa dan Desain Yogyakarta ini mengaku membuat karya tersebut secara spontan. “Setelah melihat televisi, muncul ide ini.Langsung saja saya tuangkan,” katanya. (Zaki Zubaidi; Koran Sindo, 25 November 2008/ Foto: Totok Sumarno; suarasurabaya.net)

Tidak ada komentar: