Kamis, Oktober 09, 2008

Pameran Lukisan “Disharmoni”

Dua pelukis Jatim, Dharganden dan N. Roel berpameran bersama di Galeri Surabaya (GS) dengan tema “Disharmoni”,(4-7/10). Kedua pelukis menyajikan 19 karya pilihannya. Tema “Disharmoni” diangkat karena tidak bisa dipungkiri bahwa alam kini telah rusak. Dari sisi manusianya telah menjadi intoleransi. Hal yang sepele membuatnya tempramental dan memunculkan tindakan anarkis seperti tawuran dan lainnya. Di skala lebih besar, lubang lapisan ozon semakin menganga hingga menyebabkan pemanasan global. Perlombaan senjata dan perang terjadi di mana-mana. Sementara itu banyak negara miskin kekurangan pangan. Mungkin karena arogansi, mungkin pula karena kepentingan atau mungkin sudah menjadi keharusan zaman. Akhirnya sampai pada kesimpulan telah terjadi ketidakharmonisan. Itulah alasan mengapa Dharganden dan N. Roel tampil dengan tema “Disharmoni” dalam pamerannya. Bagi Darganden (Darsono), alam adalah guru terbaik dalam memberikan pengalaman dan pengetahuan. “Dalam melukis, saya tidak memfokuskan pada salah satu obyek tapi mengalir begitu saja lewat realis naif,” ungkap Dharganden. Kondisi masyarakat di sekitarnya yang menjadi tema sentral karyanya. Dia belajar melukis secara otodidak dan mulai profesional sejak 1990. Pria kelahiran Agustus 1957 ini telah menghasilkan sekitar 150 lukisan. Dari 10 karya yang dipemerkan, salah satu yang favorit adalah "Tanda-tanda Populasi Zaman". Karya itu dibandrol harga 2.500 dollar Amerika. Dharganden menyelesaikan lukisannya selama tiga minggu, tepatnya awal Oktober 2008. Lukisan 150 × 155 cm itu bermedia acrylic di atas kanvas. Sementara N. Roel juga memilih tema kritik sosial dalam karyanya. “Masalah sosial tidak akan pernah berhenti dan terus berkembang,” ungkap pria pemiliki nama Nasrulloh ini. Pelukis yang berdomisili di Geneve, Swiss, itu berpameran di GS sekaligus tilik keluarga di Tanggulangin. Dia memajang sembilan lukisan. Pria kelahiran Sidoarjo, April 1961, ini belajar melukis secara otodidak dan mulai menjadi pelukis profesional sejak 1988. Karya yang dianggap favorit berjudul "Transformasi Karakter". Karya itu ditawarkan 1.000 dollar Amerika. Bagi N Roel, dulu wayang sebagai media lakon dan masing-masing memiliki karakter manusia. Kini sebaliknya, manusia yang mewakili karakter wayang. “Ada yang berkarakter dewa, pendeta, satria, dan bahkan Buta (raksasa),” jelas dia.(K13/ Surabaya Post, 7 Oktober 2008/ Foto Repro Hanif Nashrullah: "Fluktuatif", Karya Lukis Dharganden)

Tidak ada komentar: