+2008.jpg)
Duo pelukis, N. Roel, 47, dan Dharganden, 50, berkolaborasi menerjemahkan kritik sosial di atas kanvas. Sembilan belas karya mereka berdua dipamerkan di Galeri Surabaya mulai kemarin (4/10) hingga 7 Oktober mendatang. Bertajuk Disharmoni, pameran tersebut ingin bercerita tentang keadaan di sekitar. "Ketidakharmonisan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Keadaan berubah menjadi intoleransi," kata Roel, pelukis asal Tanggulangin yang kini bermukim di Jenewa, Swiss.
Oleh Roel, ketidakharmonisan digambarkan dengan visualisasi wayang. Di dalam sembilan karya yang langsung diboyong dari Swiss tersebut terdapat gambar wayang. Sebagian karyanya itu sudah pernah dipamerkan di Swiss. "Saya memang ingin mengangkat falsafah wayang pada orang Eropa," katanya.
Meski objek utamanya wayang, pelukis yang memiliki nama Narulloh tersebut tetap menyelipkan kritik sosial. Itu ditemui pada lukisan berjudul Manusia sebagai Bayangan Wayang. Dalam lukisan tersebut tergambar sebuah gunungan di tengah. Lalu, di samping kanan kiri terdapat tokoh pewayangan.
Di bawah tokoh wayang tersebut ada bayangan berbentuk manusia. Dalam lukisan beraliran semi pop art itu, Roel ingin menyampaikan bahwa sekarang manusia mewakili karakter wayang. "Kalau dulu, wayang merupakan media lakon yang mewakili karakter manusia. Sekarang keadaan berbalik," tuturnya.
(jan, ayi/ Jawa Pos, 5 Oktober 2008/ Foto Repro Hanif Nashrullah: "Peduli terhadap Sesama", Karya Lukis Dharganden)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar